Selasa, 22 Desember 2015

puisi ku

Siapa yang engkau maksud
Jika itu yang lain sampaikan
Meski engkau tak tahu kepada siapa yang lain itu

Katakan kepada siapa engkau berlabuh
Agar yang lain tak bimbang dan ragu
Meski engaku bertanya siapa yang menaruh kebimbangan kepadamu


Jujurlah, meski kejujuranmu hanya hati yang memahami

Senin, 14 Desember 2015

PUISI

Puisi Fitri Yani

Gerimis dan Dirimu

Gerimis kerap begitu pasrah tergores dari langit
Sementara anging menerbangkan butiran debu
Bagaikan bisikan-bisikan pasri
Yang memanggil sukmak dalam kegamangan

“seharusnya engkau berdoa” katamu
“menungu musim rindu tiba?” tanyaku
Sambil menepis gerimis di pelipismu

“kita harus luruh bersama angin
Dan seolah lenyap dalam angan cuaca
Biarkan debu-debu itu melarut dalam gerimis
Sebab tak ada yang pasti dalam perjalanan ini”

Setiap jejak telah kita insyafi sebagai keheningan
Yang memanjang entah kemana
Dan akan kubiarkan tangan-tangan musim
Menguburnya.

Mei-Juni 2007

Biografi :
Fitri Yani, kelahiran Liwa (Lampung Barat) 28 Februari 1986.
Alumnus FKIP Universitas Lampung dan pernah aktif berkeseniaan di Unila Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Unila.
Dia menulis puisi dan naskah drama juga mementaskan beberapa pertunjukan teater. Karya-karya puisinya dipublikasikan di berbagai media masa di antaranya majalah budaya Gong, Kompas, Koran Tempo, Lampung Post. Dan lain-lain.

Selain terhimpun dalam sejumlah antologi bersama yaitu antologi puisi, Kampung Dalam (temu penyair lima kota di payakumbuh, 2008), 60 Puisi Indonesia Terbaik 2009 (Anugerah Sastra Pena Kencana), Pedas Lada Pasir Kuarsa (Antologi Puisi Temu Sastrawan Indonesia II di Bangka Belitung Juli 2009).

Selasa, 08 Desember 2015



MATA PELANGI

Hai mata pelangi
Kerlinganmu membuatku jatuh
dari tebing-tebing terjal hati
Ke lembah asmara

Sorot matamu memancar
Menyelinap di relung-relung gersang

Ingin rasanya berselancar di atas bias-bias sinar mu
Meskipun engkau hanya bayangan
di antara mendung-mendung gerimis dan hujan

Aku sang gunung tinggi tertunduk malu
Sebab hadirmu menjadi kesempurnaan keindahan
Di atas puncakku engkau menghias panorama jagat raya

Oooh, betapa agung penciptaan mu
Entah bagaimana aku lupa tentang ini
Sehingga ketinggian ku memupuk kesombongan

Oooh, betapa engkau tercipta sebagai pertanda
Bahwa keindahan adalah tidak kekal
Namun engkau dicipta mengerti
Tentang sekilas kehadiranmu
Membawa arti
Menyadarkan kepada yang lain
Takkan ada yang abadi

Dulu aku adalah bukit yang begitu indah
Karena keindahan ku aku pongah
Menganggap yang indah adalah puncak-puncak awan
Aku ingin menjadi yang terindah
Meski akhirnya kemarau kembali
menjadikan puncak ku keras dan berbatu

Puncakku kini tak tersisa
Hanya lereng-lereng tak bernuansa
Hingga awan datang
menggiring gerimis dan hujan
membiaskan kesegaran sinar mentari pagi
Mewujudkan warna-warna hadirmu
Menyejukan sketsa pantulan alam
Untuk sang bola mata

Saat itu asa kembali hadir
Bersama tunas-tunas rumput padang sabana
Tumbuh menghijau menghiasi pagi
Bersama mentari menyambut keselarasan


21 November 2015

Jumat, 20 November 2015

bumi sahabat

Surat kepala suku seattle  untuk Presiden Amerika:

Presiden di washington mengirimkan surat yang berisi keinginannya untuk membeli tanah kami. Tetapi, bagaimana anda dapat membeli atau menjual langit dan tanah? Pikiran ini aneh bagi kami. Jika kami tidak memiliki kesegaran udara dan kemilau air, bagaimana anda dapat membelinya?
Setiap bagian dari dunia ini suci bagi rakyat kami, setiap jarum cemara yang berkilau, setiap pantai yang berpasir, setiap kabut dalam hutan, setiap padang ruput, setiap serangga yang mendengung. Semua itu suci dalam ingatan dan pengalaman rakyat kami.
Kami mengetahui getah yang mengalir melalui pepohonan sebagaimana kami mengetahui darah yang mengalir melalu pembuluh vena kami. Kami adalah bagian dari bumi dan bumi adalah bagian dari kami. Wangi bunga adalah saudara perempuan kami. Beruang, rusa, burung elang raksasa merupakan saudara laki-laki kami. Puncak gunung berbatu, embun di padang sabana, suhu badan kuda poni, dan manusia, semua anggota dari keluarga yang sama.
Air berkilau yang mengalir di parit dan sungai tidak hanya air, tetapi juga darah dari nenek moyang kami. Jika kami menjual tanah kami kepada anda, anda harus ingat bahwa  tanah ini adalah suci. Setiap bayangan remang di atas air danau yang jernih mengisahkan peristiwa dan kenangan dalam kehidupan rakyat kami. Gemercik air dalam suara nenek moyangku.
Sungai-sungai adalah saudara laki-laki kami. Sungai memuaskan dahaga kami. Sungai membawa perahu kami dan memberi makan bagi anak-anak kami. Maka, anda harus bersikap baik kepada sungai seperti anda bersikap baik kepada saudara laki-laki anda yang lain.
Jika kami menjual tanah kami, ingatlah bahwa udara berharga bagi kami, bahwa udara berbagi jiwa dengan semua kehidupan yang didukungnya. Angin yang memberikan nafas pertama bagi kakek kami juga mendapat nafas panjang terakhir dari kakek kami. Maka, jika kami menjual tanah kami kepada anda, anda harus menjaganya secara terpisah dan menganggapnya sebagai sesuatu yang suci, sebagai suatu tempat di mana mansia pergi untuk meraskan angin yang dipermanis oleh bunga-bunga padang rumput.
Akankah anda mengajarkan kepada anak-anak anda seperti apa yang telah kami ajarkan kepada anak-anak kami bahwa bumi adalah ibu kita? Apa yang menimpa bumi juga menimpa semua penghuni bumi
Inilah yang kami tahu: bumi bukan milik manusia, alih-alih manusia milik bumi. Semua hal dihubungkan seperti darah yang menyatukan kita semua. Manusia tidak merajut jaringan hidup; dia hanya sebuah untaian dalam jaringan tersebut. Apa pun yang dia lakukan bagi jaringan hidupnya, dia lakukan juga untuk dirinya sendiri.
Satu hal yang kita tahu: dewa kami juga adalah dewa anda. Bumi berharga untuk dewa, dan melukai bumi berarti melancarkan penghinaan terhadap pencipta bumi.
Nasib anda adalah misteri bagi kami. Apa yang akan terjadi ketika banteng disembelih dan kuda liar dijinakkan? Apa yang akan terjadi ketika  pelosok-pelosok suci rimba dipenuhi aroma pria, dan pemandangan bukit yang indah dikotori kabel-kabel yang berbicara? Akan ke manakah semak-semak? Pergi? Akan kemanakah burung elang? Pergi? Dan apakah itu berarti mengucapkan selamat tinggal kepada kuda poni yang tangkas dan kepada perburuan? Akhir dari kehidupan dan awal dari perjuangan hidup.
Ketika orang-orang kulit merah terakhir telah punah dengan keliaran mereka dan kenangannya hanya berupa bayangan dari segumpal awan yang berarak melintasi padang rumput, akankah pantai dan hutan-hutan ini tetap ada di sini? Akankah ada jiwa dari rakyatku yang tersisa?
Kami mencitai bumi ini seperti seorang bayi yang baru lahir mencintai detak jantung ibunya. Jadi, jika kami menjual tanah kami kepada Anda, cintailah ia seperti kami mencintainya. Peliharalah ia seperti kami memeliharanya. Simpanlah selalu dalam pikiran anda kenangan akan tanah ini seperti ketika anda menerimanya. Peliharalah tanah ini bagi anak-anak dan cintailah tanah ini seperti Tuhan mencintai kita semua.
Sebagaimana kami merupakan bagian dari tanah ini, anda juga adalah bagian dari tanah ini. Bumi ini berharga bagi kami. Bumi juga berharga bagi anda. Satu hal yang kami tahu: hanya ada satu Tuhan. Tidak ada manusia, baik kulit merah ataupun kulit putih, yang dapat dipisahkan. Kita semua adalah saudara. 

For the best friends “Gubuk Kosmik”
Kita semua adalah saudara, saudara dalam keberagaman. Melukis hari-hari dengan warna-warna selaksa peristiwa,sebagaimana halnya bumi atau alam ini terangkai dalam simponi getaran-getaran keindahan penciptaan-Nya. Seperti suku seatle mencintai bau tanah yang menyerbak di antara kehidupan mereka, mecoba memahami angkasa demi mengerti keinginan bumi, mengakui jagat raya sebagai tanda-tanda kekuasaan Sang Pencipta. Seiring seirama bahwa kita adalah saudara.

20 November 2015

Senin, 16 November 2015

gemuruh tinta cinta

Pesanmu telah ku baca
Meski aku tak tahu untuk siapa pesan itu
Aku tak tahu mengapa nada pesan mu tak bahagia
Tak seindah kata yang kau tulis
Tak semerdu goresan tinta-tinta cinta yang merekah

Kau tulis begitu panjang lamunan mu tentang hujan dan angin
Tentang pelangi dan matahari
Tentang senja dan kegelapan malam

Tahukah engkau
Pesanmu menggoreskan rasa dalam dan begitu menderu
Seperti ilusi-ilusi kegelapan malam
Seperti ombak parangro
Seperti angin pagi musim kemarau

Meski hujan saat ini telah tiba
Namun gemerciknya seolah tak membawa mu pergi dari keheningan
Tajamnya rintik hujan hanya membuatmu semakin merindu
Entah, merindu pada siapa

Seputar celoteh ini
Aku sampaikan padamu
Meski, hingga saat ini aku tak tahu untuk siapa pesanmu
Jika apa yang kucurahkan tentang pesanmu
Seperti bayangan pantulan fatamorgana
Yang menyimpulkan kekeliruan
Aku minta maaf

Meski aku terseret dalam alunan cinta gemuruh hujan
Dari bait-bait pesan mu


aku mecintaimu

Sejujurnya aku ingin mencintaimu
Seperti pelangi mencintai hujan
Tahukah engkau
Aku diberitahu, cinta Tuhanku lebih nyata
Meski aku benar-benar mencintaimu
Namun pilihan cinta-Nya adalah terbaik untukku
Seperti binar wajah ceria yang tampak dengan segala keadaannya
Dan aku ingin engkau tahu aku mencintaimu

Hingga saat ini aku meminta
Aku dipertemukan denganmu